Siapakah kita sebenarnya ??

Kontroversi nampaknya terjadi dimana-mana. Di dunia, citra Indonesia sangat kurang begitu baik. Korupsi, anarki, pelanggaran HAM, kemiskinan, salah urus, fundamentalisme, terorisme dan banyak lagi stempel buruk, banyak dialamatkan kepada bangsa Indonesia. Benarkah
semua berita itu? atau hanya rekayasa media Barat yang memang mempunyai agenda tersendiri ?

Terlepas dari benar tidaknya citra itu, memang banyak dijumpai kontroversi pada masyarakat kita. Disebutkan bahwa Indonesia sedang dalam keadaan krisis hebat, dan sudah berada di ambang kebang¬krutan, tetapi jemaah haji Indonesia ternyata mencapai angka duaratus ribu,
atau terbesar di dunia, dan banyak diantara mereka yang pergi haji untuk yang kedua, ketiga, ke empat dan seterusnya.. . Meningkatnya jumlah jemaah haji semestinya merupakan indikator peningkatan ekonomi rakyat, karena hanya yang memiliki istitha`ahlah yang bisa pergi
haji. Di Makah dan Madinah, kesan Indonesia sedang berada dalam krisis berat justeru tidak nampak, karena jemaah haji Indonesia termasuk pembelanja berat. Para pedagang di dua kota suci itu sangat senang kepada jemaah haji Indonesia karena kegemaran belanjanya itu.

Kontroversi juga nampak di dalam negeri. Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, mobil mewah yang berharga diatas satu milyard rupiah berseliweran. Mobil built up yang berharga di atas duaratus juta tidak lagi dianggap mewah. Restoran mewah di pusat hiburan dengan
menu diatas Rp. 400.000,-/per porsi (setara dengan 80 bungkus nasi padang) juga dipenuhi dengan pengunjung. Pada hari libur, hotel dan villa di Puncak misalnya, juga penuh terisi, bukan oleh turis asing, tetapi oleh turis domestik. Pesta pernikahan di kota besar lebih lagi
tidak mencerminkan krisis ekonomi. Makanan lezat, pakaian mewah dan jumlah tamu undangan yang mencapai ribuan mengindikasikan kemakmuran.

Di sisi lain, angka pengangguran sangat tinggi, pengemis, pengamen, pedagang asongan kecil,pak ogah dan "polisi" cepe "menghiasi" pemandangan di setiap keramaian. Gagal panen dan gagal memasarkan produksi pertanian juga sudah tidak lagi menjadi berita, tetapi kenaikan harga-harga, termasuk harga BBM, tarip listrik dan telpon secara sistematis terus berlanjut, menyebabkan menurunnya secara drastis daya beli masyarakat.

Penurunan daya beli masyarakat luas ini membawa imbas pada terhambatnya pendidikan generasi muda karena ketidakmampuan orang tua membayar biaya pendidikan yang bermutu. Keadaan ini diperparah dengan bencana alam yang datang secara beruntun, tanah longsor dan banjir, ditambah problem daerah konflik Aceh, Ambon, Kalimantan, Maluku Utara
dan Poso yang belum selesai kemudian menempatkan banyak masyarakat dalam posisi economic need. Boro-boro mikir masa depan anak, makan hari ini dan tempat berteduhpun masih menjadi problem.

Hujan dan banjir meluas dan berkepanjangan sedikit banyak menumbuhkan gerakan solidaritas sosial dari pelbagai pihak. Tetapi lagi-lagi, aksi solidaritas sosial kita belum menyentuh pemecahan masalah. Pasca musibah, problem masyarakat kecil sangat mendasar, baik menyangkut dasar-dasar ekonomi mereka maupun pendidikan bagi anak-anak dan generasi mudanya, sementara nilai aksi solidaritas sosial masyarakat yang hanya bersifat konsumtif tak ubahnya sekedar terapi Reumason, sebentar memberi rasa kehangatan, tetapi sebenarnya belum menyentuh permasalahan. Proposionalkah orang menjalankan ibadah haji ke tiga,
ke empat, ke lima dan seterusnya? Sementara di tanah air, ratusan ribu saudara-saudaranya membutuhkan bantuan strategis.

Proposional kah orang makan di restoran yang sekali makan saja biayanya setara dengan kebutuhan 80 perut orang miskin, dan ketika bencana terjadi ia hanya sekedar mengirimkan sekian truk Indomie ke daerah bencana? Proposionalkah orang yang menikmati "keberkahan"
negeri ini secara melimpah ruah, tetapi ia tak berfikir nasib masa depan orang lain yang jauh berada di bawah garis kemiskinan ? Tidakkah sudah waktunya memikirkan bagaimana sistem sosial kita agar kesenjangan sosial tidak terlalu lebar ? Moralitas al Qur'an berbunyi; bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak bagi orang yang meminta dan yang tidak sempat meminta, wafi amwalihim haqqun lissa ili wal mahrum (Q/51:19), bahwa orang miskin memiliki saham pada harta si kaya. Menjadi tugas para negarawan yang juga khalifah Allah untuk mengetrapkan nilai moralitas ini dalam sistem sosial.

Dari segi agama, adalah juga sangat ironis, seseorang berderma dengan uang sisa dan pakaian bekas, tetapi ia berdoa untuk dimasukkan ke sorga. Ia membayar dengan sesuatu yang tak bernilai, tetapi mohon kepada Alloh SWT sesuatu yang tak ternilai.

Siapakah kita sebenarnya?




sumber, http://mubarok- institute. blogspot. com